A. Studi Kepemimpinan IOWA
Usaha mempelajari kepemimpinan pada awalnya dilakukan tahun 1930
oleh Ronald Lippitt dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di
Universitas Iowa. Usaha yang dilakukan oleh kedua pakar ini mempunyai dampak
studi yang panjang. Gaya kepemimpinan Iowa ini memainkan tiga style
kepemimpinan, yakni :
Otokratis, pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu
memberikan pengarahan dan tidak memberikan kesempatan untuk timbulnya
partisipasi.
Demokratis, pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi dan
pembuat keputusan, kepemimpinan ini mencoba untuk bersikap “objektif” di dalam
pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu dengan kelompok dalam hal
memberikan spirit.
Semaunya sendiri (laissez faire), gaya kepemimpinan ini memberikan
kebebasan yang mutlak pada kelompok. Pemimpin seperti ini pada hakikatnya tidak
memberikan contoh-contoh kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan yang dimiliki Iowa ini
cenderung lebih ke kepemimpinan yang demokratis, guna untuk memudahkan dan
memberikan keleluasaan kelompok dalam bertindak dengan beberapa pengarahan dari
pemimpin tersebut.
B. Studi Kepemimpinan
OHIO
Gaya kepemimpin Ohio ini dimulai dengan premis bahwa tidak ada
kepuasan atau rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada. Dari hasil kerja
terdahulu berasumsi bahwa “kepemimpinan” selalu diartikan sama dengan
kepemimpinan yang baik.
Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua
dimensi, yakni :
Struktur pembuatan inisiatif (initiating structure), struktur ini
menunjukkan pada perilaku pemimpin didalam menentukan hubungan kerja antara
dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya didalam menciptakan pola organisasi,
saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas.
Perhatian (consideration), struktur ini menggambarkan perilaku
pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling mempercayai, dan
kehangatandidalam hubungan kerja antara pemimpin dengan anggota stafnya.
Kedua perilaku ini digali dan diteliti oleh penelitian Universitas
Ohio dengan menyebarkan Kuesioner yang ditujukan kepada aspek-aspek yang telah
direncanakan sebelumnya.
C. Studi Kepemimpinan
MICHIGAN
Studi Michigan ini bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip
produktivitas kerja kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari
partisipasi mereka. Studi ini lebih cenderung kepada produktivitas kerja yang
menitik beratkan pada demokratis kerja bukan pada otokratisnya. Sehingga,
dimasukkannya rancangan riset (research design) dan derajat kontrol yang tinggi
atas variabel nonpsikologis yang mungkin mempengaruhi semangat kerja dan
produktivitas. Misalnya bentuk pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan metode kerja
terkendalikan semuanya.[1]
D. Managerial grid
Teori Kepemimpinan Managerial Grid Blake and Mouton
Salah satu usaha yang terkenal dalam rangka mengidentifikasikan
gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen ialah managerial grid. Usaha
ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.
Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan
dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain.
Sebagaimana dikehendaki oleh Blake dan Mouton, managerial grid disini
ditekankan bagaimana manajer memikirkan mengenai produksi dan hubungan manajer
memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.
Bukannya ditekankan pada beberapa banyak produksi harus dihasilkan,
dan berapa banyak ia harus berhubungan
dengan bawahannya. Melainkan, jika ia memikirkan produksi maka dipahami sebagai
suatu sikap bagi seorang pimpinan untuk mengetahui berapa luas dan anekanya
sesuatu produksi itu.
Dalam hal ini ia harus mengetahui kualitas keputusan atau
kebijakan-kebijakan yang diambil, memahami proses dan prosedur, melakukan
penelitian dan kreativitas keputusan atau kebijakan-kebijakan yang
diambil, memahami proses dan prosedur,
melakukan penelitian dan kreativitas, memahami kualitas pelayanan stafnya,
melakukan efisiensi dalam bekerja, dan meningkatkan volume dari sesuatu hasil.
Adapun memikirkan tentang orang-orang dapat diartikan dalam
pengertian dan cara yang luas. Hal ini meliputi unsur-unsur terentu seperti
halnya tingkat komitmen pribadi terhadap pencapaian tujuan, pertahanan harga
diri dari pekerja, pendasaran rasa tanggung jawab lebih ditekankan pada
kepercayaan dibandingkan dengan penekanan keharusan, pemeliharaan pada kondisi
tempat kerja, dan terdapatnya kepuasan hubungan antarpribadi.[2]
E. Empat sistem manajemen
TEORI SISTEM 4 RENSIS LIKERT
Gaya kepemimpian yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin
dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan. Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai
oleh beberapa hal sebagai berikut:
• Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
• Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap
bawahan.
• Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus
dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
• Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada
pembinaan dan pengembangan bawahan.
Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
• Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan
kepada
bawahan.
• Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
• Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja
sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.
Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan
organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan
gaya kepemimpinan
adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis
Likert. Empat system tersebut terdiri dari:
Sistem 1, otoritatif dan eksploitif: manajer membuat semua
keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan
oleh manajer. Manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman; komunikasi atas ke
bawah dengan kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan bawahan memiliki
jarak yang jauh;
Sistem 2, otoritatif dan benevolent: manajer tetap menentukan
perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar
terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan. Manajemen menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke atas
dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan
sementara datang dari atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan
ke tingkat yang lebih rendah, atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
Sistem 3, konsultatif: manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan
perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan.
Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara
pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan
daripada ancaman hukuman. Manajemen menawarkan hadiah, kadang-kadang hukuman;
keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa yang lebih luas
keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke
atas sementara komunikasi penting hati-hati.
Sistem 4, partisipatif: adalah sistem yang paling ideal menurut
Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan
ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer
secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan
saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan,
manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga
mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Manajemen
kelompok mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan kinerja
yang tinggi dengan beberapa penghargaan ekonomi; komunikasi mengalir ke segala
arah dan terbuka dan jujur dengan pengambilan keputusan melalui proses kelompok
dengan masing-masing kelompok terkait dengan orang lain dengan orang-orang yang
menjadi anggota lebih dari satu kelompok yang disebut menghubungkan pin; dan
bawahan dan atasan dekat. Hasilnya adalah produktivitas yang tinggi dan lebih
baik hubungan industrial.[3]
F. Teori X dan Teori Y - Douglas Mc Gregor
Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog
yang mengajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1.948-1.954,
mengkritik baik klasik dan hubungan manusia tidak memadai untuk sekolah sebagai
kenyataan di tempat kerja. Dia percaya bahwa asumsi yang mendasari kedua
sekolah mewakili pandangan negatif tentang sifat manusia dan pendekatan lain
yang berdasarkan manajemen yang sama sekali berbeda serangkaian asumsi yang
diperlukan. McGregor meletakkan ide-idenya dalam buku klasiknya 1957 artikel
berjudul "The Human Side of Enterprise" dan buku tahun 1960 dengan
nama yang sama, di mana ia memperkenalkan apa yang kemudian disebut humanisme
baru. McGregor menyatakan bahwa pendekatan konvensional untuk mengelola
didasarkan pada tiga proposisi utama, yang disebut Teori X:
1. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari
usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-dalam kepentingan ekonomi
berakhir.
2. Menghormati orang lain, ini adalah proses mengarahkan usaha
mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan mereka, dan memodifikasi
perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.
3.Tanpa intervensi aktif oleh manajemen, orang akan pasif-bahkan
resisten-untuk kebutuhan organisasi. Oleh karena itu mereka harus dibujuk,
dihargai, dihukum, dan dikendalikan. Kegiatan mereka harus diarahkan.Tugas
manajemen yang demikian hanya menyelesaikan sesuatu
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang
sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia
namakan Theori X dan Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar
orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung
jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Teori ini juga menyatakan
bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja
serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan
namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja
para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja
sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Lebih lanjut menurut asumís teori X
dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan
lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah- masalahorganisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai
tujuan organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor
memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini
menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya,
tidak seperti yang diduga oleh teori X. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja
adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja
tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki
pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan.
Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami
tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak
harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara
keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
1.Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan
kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva
fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan
sama-sama menyenangkan.
2.Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3.Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan
persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh
karyawan.
4.Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social,
penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan
fisiologi dan keamanan.
5.Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja
jira dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, Mc Gregor menyatakan
selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan
tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada
pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk
mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan
usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut McGregor, manajemen ajaran ini didasarkan pada asumsi
kurang eksplisit tentang sifat manusia. Menurut McGregor, manajemen ajaran ini
didasarkan pada Asumsi kurang eksplisit tentang sifat manusia. Yang pertama
dari asumsi ini adalah bahwa individu tidak suka bekerja dan akan berubah jika
ada kemauan. Asumsi selanjutnya adalah bahwa manusia tidak ingin tanggung jawab
dan keinginan eksplisit arah. Selain itu, individu diasumsikan individu
menempatkan keprihatinan di atas bahwa organisasi tempat mereka bekerja dan
untuk menolak perubahan, keamanan menilai lebih dari pertimbangan-pertimbangan
lain di tempat kerja. Akhirnya, manusia diasumsikan mudah dimanipulasi dan
dikendalikan.
McGregor berpendapat bahwa baik klasik dan pendekatan hubungan
manusia tergantung manajemen sama ini serangkaian asumsi. McGregor berpendapat
bahwa baik klasik dan pendekatan hubungan manusia tergantung manajemen sama ini
serangkaian asumsi. Gaya keras menyebabkan manajemen pembatasan output, saling
tidak percaya, unionism, dan bahkan sabotase. McGregor disebut gaya kedua
manajemen "lunak" dan mengidentifikasi metode-metode sebagai permisif
dan kebutuhan kepuasan. McGregor menyarankan bahwa gaya lembut manajemen sering
mengarah ke manajer 'kegagalan untuk melakukan peran manajerial mereka. levels.
Ia juga menunjukkan bahwa karyawan sering mengambil keuntungan dari manajer
yang terlalu permisif dengan menuntut lebih banyak, melainkan tampil di tingkat
yang lebih rendah.
Mc.Gregor tertarik pada karya Abraham Maslow (1908-1970) untuk
menjelaskan mengapa asumsi Teori X tidak efektif menyebabkan manajemen. Maslow
telah mengusulkan bahwa kebutuhan manusia diatur dalam tingkat, dengan kebutuhan
fisik dan keamanan di bagian bawah hierarki kebutuhan dan sosial, ego, dan
kebutuhan aktualisasi diri di tingkat atas hirarki.
Titik dasar Maslow adalah bahwa begitu suatu kebutuhan terpenuhi,
itu tidak lagi memotivasi perilaku; demikian, hanya tidak terpenuhi kebutuhan
motivasi. McGregor menyatakan bahwa sebagian besar karyawan sudah mempunyai dan
keselamatan fisik mereka pemenuhan kebutuhan dan motivasi bahwa penekanan telah
bergeser ke sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri. McGregor mengajukan
asumsi tersebut, yang ia percaya dapat menyebabkan lebih banyak manajemen yang
efektif dari orang-orang dalam organisasi, di bawah rubrik Teori Y. proposisi
utama dari Teori Y adalah sebagai berikut:
1. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari
usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-orang dalam kepentingan
ekonomi berakhir.
2. Orang tidak dengan sifat pasif atau resisten terhadap kebutuhan
organisasi. Mereka telah menjadi begitu sebagai hasil dari pengalaman dalam
organisasi.
3. Motivasi, pengembangan potensi, kapasitas untuk mengasumsikan
tanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku ke arah tujuan
organisasi semuanya hadir dalam orang-manajemen tidak menempatkan mereka di
sana. Ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memungkinkan orang untuk
mengenali dan mengembangkan karakteristik manusia ini untuk diri mereka
sendiri.
4. Tugas pokok manajemen adalah untuk mengatur kondisi organisasi
dan metode operasi agar orang dapat mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri dengan
mengarahkan usaha mereka ke arah tujuan-tujuan organisasi.
Dengan demikian, Teori Y pada intinya memiliki asumsi bahwa upaya
fisik dan mental yang terlibat dalam pekerjaan adalah wajar dan bahwa individu
secara aktif mencari untuk terlibat dalam pekerjaan. Ini juga menganggap bahwa
pengawasan yang ketat dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat atau bahkan
cara-cara terbaik untuk membujuk karyawan untuk mengerahkan usaha produktif.
Sebaliknya, jika diberi kesempatan, karyawan akan menampilkan motivasi diri
untuk mengajukan upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan
demikian, menghindari tanggung jawab bukan merupakan kualitas yang melekat
sifat manusia; individu akan benar-benar mencarinya di bawah kondisi yang
tepat. Teori Y juga beranggapan bahwa kemampuan untuk menjadi inovatif dan
kreatif ada di antara yang besar, daripada segmen kecil dari populasi. terkait
dengan pekerjaan, keinginan individu imbalan yang memuaskan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Meskipun McGregor tidak percaya bahwa adalah
mungkin untuk membuat yang benar-benar tipe Teori Y-organisasi pada 1950-an, ia
tidak percaya bahwa asumsi-asumsi Teori Y akan mengarah pada manajemen yang
lebih efektif. Dia mengidentifikasi beberapa pendekatan untuk manajemen bahwa
ia merasa telah konsisten dengan ajaran Teori Y. Ini termasuk desentralisasi
wewenang pengambilan keputusan, pendelegasian, pekerjaan pembesaran, dan
partisipatif manajemen. . Program pengayaan pekerjaan yang dimulai pada 1960-an
dan 1970-an juga adalah konsisten dengan asumsi Teori Y. Pada 1970-an, 1980-an,
dan 1990-an, konseptualisasi McGregor Teori X dan Teori Y sering digunakan
sebagai dasar untuk diskusi gaya manajemen, karyawan keterlibatan, dan motivasi
pekerja. Beberapa penulis menyarankan bahwa organisasi pelaksana Teori Y
cenderung untuk kembali kembali ke Teori X dalam ekonomi sulit kali. Lain
menyarankan bahwa Teori Y tidak selalu lebih efektif daripada Teori X, tetapi
bahwa kemungkinan dari setiap situasi manajerial yang ditentukan dari pendekatan
ini lebih sesuai. Yang lain menyarankan ekstensi untuk Teori Y. Salah satunya,
William Ouchi's Theory Z, mencoba untuk menggabungkan kekuatan Amerika
berdasarkan filosofi manajemen Teori Y dengan filosofi manajemen Jepang.[4]
[1]https://googleweblight.com/?lite_url=https://wahyurama.wordpress.com/2012/06/06/studi-kepemimpinan-iowa-ohio-dan-michigan/
[2]http://googleweblight.com/?lite_url=http://manajemen.weblog.esaunggul.ac.id/tag/kepemimpinan-managerial-grid/
[3]http://googleweblight.com/?lite_url=http://nthatembem.blogspot.com/2009/10/teori-kepemimpinan-teori-x-dan-y-teori.html
[4]http://googleweblight.com/?lite_url=http://nthatembem.blogspot.com/2009/10/teori-kepemimpinan-teori-x-dan-y-teori.html
0 komentar:
Posting Komentar